Arti Sebuah Amanat

Posted: Desember 24, 2010 in Akhlak

Amanat tidak mengenal kasta. Tiap insan dari berbagai kalangan pernah mengembannya. Layaknya angin, begitu mudah kita menemuinya. Akan tetapi, begitu sulit kita mendapatkannya mampu untuk dijaga dan tidak terabaikan. Amanat adalah emas yang telah ditutupi karat hitam sehingga manusia begitu mudah menyia-nyiakannya. Maka pada pembahasan kali ini, kami mengangkat tema amanat agar kita dapat memahami arti pentingnya sebuah amanat. Semoga kita bisa menghiasi diri kita dengan kemuliaan akhlak para Nabi ini dan tidak tergolong orang munafik yang melalaikannya.

Syari’at = Amanat

Hakikatnya, amanat itu amatlah tinggi sehingga langit tak bisa merangkulnya. Ia sangatlah berat sehingga bumi tak kuasa memikulnya. Ia begitu agung sehingga gunung tak mampu menjunjungnya. Semua itu karena mereka khawatir akan mengabaikannya. Hal ini sejalan dengan firman Allah Ta’ala yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi mereka semuanya enggan untuk memikul amanat itu karena mereka khawatir akan mengkhianatinya. Maka dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu amat lalim dan amat bodoh.” (QS. al-Ahzab: 72) Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud amanat di dalam ayat tersebut adalah syari’at Allah Ta’ala yang diemban oleh Nabi Adam ‘alaihissalam dan keturunannya. Itulah amanat yang paling mulia dan paling agung, yaitu amanat melaksanakan syari’at Allah Ta’ala dan menyembah-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.

Perintah Allah

Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisaa: 58) Dalam ayat bersebut, Allah Ta’ala memerintahkan kepada kita untuk menunaikan amanat-amanat yang terjadi di antara para hamba Allah Ta’ala kepada para pemiliknya. Allah Ta’ala juga menjelaskan betapa pentingnya menunaikan amanat karena Dia mengaitkannya dengan sifat adil yang mana adil itu lebih dekat kepada takwa. Selain itu, Allah Ta’ala di akhir ayat mengancam kita jika kita melalaikan amanat dengan menjelaskan bahwa Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Akhlak Para Nabi

Ia merupakan akhlak yang agung. Tidak mengherankan jika Allah Ta’ala menghiasi Nabi-Nya dengan sifat mulia ini. Ia merupakan pilar utama diutusnya para Nabi. Jika Nabi tidak memiliki sifat amanat, maka terjadilah kerusakan di muka bumi karena dilalaikannya syari’at yang telah diamanatkan oleh Allah Ta’ala kepada para Nabi. Oleh karena itu, amanat adalah sifat mutlak yang ada pada diri para Nabi. Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam digelari al-Amin (yang terpercaya) sejak sebelum Beliau diutus menjadi seorang Rasul? Lalu, adakah kebahagiaan yang lebih besar daripada diri kita dihiasi oleh akhlaknya para Nabi yang dengannya Allah Ta’ala menurunkan risalah?

Sifat Orang Beriman

Bersikap amanat tidak hanya akhlak para Nabi saja, akan tetapi ia juga sifat mulia yang dimiliki oleh orang-orang beriman dan orang-orang sholeh. Selain itu, ia juga merupakan perhiasan bagi orang-orang yang bertakwa. Allah Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia ketika menjelaskan sifat orang yang beriman yang artinya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS. al-Mu’minuun: 8) Oleh karena itu, sungguh beruntunglah orang beriman dan beramal sholeh di mana Allah Ta’ala telah menjanjikan untuk mereka surga yang kekal di akhirat kelak.

Melalaikannya Adalah Sifat Munafik

Sebagaimana menjaga amanat adalah sifat orang yang beriman, maka melalaikannya adalah sifat orang yang munafik. Hal ini berdasarkan pada hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada Empat hal yang jika terdapat pada seseorang, maka dia menjadi seorang munafik murni. Dan barangsiapa yang terdapat pada dirinya salah satu sifat dari empat hal tersebut, maka pada dirinya terdapat sifat kemunafikan hingga dia meninggalkannya. (Keempat perkara tersebut) yaitu: (1) jika diberi amanat, dia khianat; (2) jika berbicara, dia dusta; (3) jika berjanji, dia mengingkari; dan (4) jika berseteru, dia curang.” (HR. Bukhari)

Ketika Amanat Dilalaikan

Dicabutnya amanat dan banyak terjadinya pengkhianatan merupakan tanda terjadinya hari kiamat. Hal ini sesuai dengan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh seorang Arab Badui, “Kapan terjadinya hari?” beliau menjawab: “Apabila sudah hilang amanat, maka tunggulah terjadinya kiamat.” Orang itu (arab badui) bertanya: “Bagaimana hilangnya amanat itu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” (HR. Bukhari)

Melalaikan amanat juga merupakan sebab seseorang dijauhkan dari surga. Hal ini berdasarkan hadits Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang Allah beri amanat kepemimpinan, kemudian dia tidak menindaklanjutinya dengan baik, kecuali dia tidak akan mencium bau surga.” (HR. Bukhari)

Tidak menjaga amanat juga menyebabkan seseorang menjadi salah satu golongan manusia yang paling buruk di sisi Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya di antara manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang suami yang menggauli istrinya dan diapun menggaulinya, kemudian suami tersebut menyebarkan rahasia istrinya.” (HR. Muslim) Hal itu disebabkan suami tersebut tidak menjaga amanat istrinya berupa rahasia pribadi yang terjadi di antara keduanya.

Maka tidak ada hal yang lebih baik ketika kita mengemban amanat, selain menjaganya; dan tidak ada hal yang lebih buruk, selain melalaikannya karena menjaga amanat adalah perintah Allah Ta’ala, sifat para Nabi, dan ciri orang mukmin. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melaksanakannya. Sebaliknya, melalaikan amanat adalah tanda orang munafik, sebab seseorang menjadi manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah, dan sebab seseorang tidak mencium wanginya surga sehingga sudah sepantasnya kita untuk tidak melalaikannya.

Akhir kata, semoga kita dimudahkan oleh Allah Ta’ala untuk dapat meraih kemuliaan akhlak dengan menjaga amanat dan tidak melalaikannya.

[ Abu Ahnaf Roni Nuryusmansyah ]

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s