Hikmah Pensyariatan Kurban

Posted: Desember 24, 2010 in Fiqih

Tidak dapat kita pungkiri bahwa semua yang telah Allah Ta’ala ciptakan memiliki hikmah yang agung, entah kita ketahui maupun tidak, entah kita menganggap hal tersebut baik maupun buruk, entah Allah Ta’ala telah jelaskan di dalam kitab-Nya dan dalam Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun tidak, kita tetap meyakini bahwa di balik semua itu terdapat hikmah dan pelajaran yang sangat agung. Terlebih lagi syari’at yang telah Allah Ta’ala perintahkan kepada umat manusia, baik hukumnya wajib maupun sunnah. Suatu hal yang mustahil jika hal itu tidak memiliki hikmah alias sia-sia belaka. Maka, pada kesempatan kali ini, kita akan sedikit menyelami lautan hikmah pensyariatan kurban.
Menghidupkan Sunnah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam

Yaitu ketika Nabi Ibrahim ‘alaihis salam diperintahkan agar menyembelih buah hatinya sebagai tebusan yaitu Nabi Isma’il ‘alaihis salam ketika hari an-Nahr (‘Idul Adh-ha).

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) :

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’ Ia menjawab, ‘Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang yang sabar’. Maka ketika keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya. Dan Kami panggil dia, ‘Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah mebenarkan mimpi itu’, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” [Ash-Shaffat : 102-107]

Dalam penyembelihan kurban terdapat upaya menghidupkan sunah ini dan menyembelih sesuatu dari pemberian Allah Ta’ala kepada manusia sebagai ungkapan rasa syukur kepada Pemilik dan Pemberi kenikmatan. Syukur yang tertinggi adalah kemurnian ketaatan dengan mengerjakan seluruh perintah-Nya.

Mencukupkan Orang Lain di Hari ‘Id

Karena ketika seorang muslim menyembelih kurbannya, maka ia telah mencukupi diri dan keluarganya, dan ketika ia menghadiahkan sebagiannya untuk teman dan tetangga dan kerabatnya, maka dia telah mencukupi mereka, serta ketika ia bersedekah dengan sebagiannya kepada fakir miskin dan orang yang membutuhkannya, maka ia telah mencukupi mereka dari meminta-minta pada hari yang menjadi hari bahagia tersebut.

 

 

 

 

Mengingat Kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimas salam

Dengan kesabaran yang agung, mereka melakukan ketaatan pada Allah dan kecintaan pada-Nya lebih dari diri sendiri dan anak. Pengorbanan seperti inilah yang menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Nabi Isma’il ‘alaihis salam pun berubah menjadi seekor domba. Jika setiap mukmin mengingat kisah ini, seharusnya mereka mencontoh dalam bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah dan seharusnya mereka mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya.

 

Semoga melalui lembaran sederhana ini, kita dapat memahami hikmah yang agung ini, yang dengannya semakin bertambah keimanan kita akan keagungan Allah Ta’ala dan  tingginya kemuliaan agama kita yang haq ini.

Wallahu A’lam.

 

Abu Ahnaf Roni Nuryusmansyah al-Falimbany

 

 

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s